Selasa, 13 November 2018

Asal Usul Desa Sumbarang


ASAL MULA KATA SUMBARANG
Sumber-sumber yang dapat dijadikan acuan tentang asal usul nama Sumbarang adalah dari cerita rakyat (folklor) serta tulisan-tulisan sejarah babat Siliwangi dan asal usul daerah Cirebon. Ada beberapa versi tentang asal usul nama Sumbarang, namun sampai saat ini belum ada yang bisa dijadikan sebagai data toponimi daerah Sumbarang. Di desa Sumbarang sendiri juga ada makam kuno atau petilasan Mbah Munjul, Mbah Adipati Bojong, atau keselatan lagi Ada Mbah Dongkol, Mbah Mataram, dan makam makam kuno yang perlu di kaji asal usulnya. Kalau Munjul sendiri bisa berarti "Unggul" melebihi dari yang lain atau tempat yang tinggi, atau juga ada yang bilang ini istilah dari barat (Jabar). Jadi masih banyak versi untuk mengungkapkan sejarah ini dan kalau di identikan dengan babad Cirebon ada juga desa Munjul di Cirebon sana.
Berdasarkan pada ceritera rakyat yang ada dan berkembang di tengah masyarakat, konon Mbah Munjul seorang pendatang dari Barat. Ini merupakan nama samaran masih perlu di kaji siapa Mbah Munjul itu tetepi yang jelas bliau Pendatang yang memberi pencerahan pada masyarakat Sumbarang kata Sumbarang asal mula dari Sumber Barang, tempatnya "Barang" yang Munjul, Linuwih, di Unggulkan. Baik Itu Barang kang Becik (kebaikan) lan Barang kang Ala (kejelekan), tetapi dengan masuknya pendatang mbah Munjul mereka mulai sadar dari sumber barang yang sering kali datang silih berganti datang di desa ini pada manusia harus bisa di kurangi barang alanya dengan cara mngaji ilmu agama Maka barang siapa mengerjakan kebaikan (meskipun) sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan (meskipun) sebesar zarrah niscaya dia akan melihat (balasan)nya. 

Versi Lain Sumbarang berasal dari kata "Simbaran" yaitu sejenis nama tanaman Simbar. Penamaan suatu daerah biasanya dari nama buah, pohon atau ke khasan di daerah itu. Tanaman Simbar biasanya hidup di hutan hutan menempel pada pohon besar. tapi ini juga masih misteri apakah di Sumbarang banyak tanaman Simbar?

Sumbarang bisa dimungkinkan daerah ini dulunya nama pedukuhan kecil, kemungkinan terletak di deket daerah yang banyak sumber airnya untuk pertanian. Kalau dilihat sekarang, kemungkinan di Pedukuhan Nangka dan Dukuh Desa. Hal ini karena adanya Makom yang menurut cerita orang tua makom itu usianya sudah tua.

Selain desa Sumbarang sendiri juga ada desa desa  lain di deketnya yaitu Prigi, Jlatong, Sitail, dan Bojong. Desa desa ini kemudian ada yang menyatu dan ada yang terpisah sesui pembagian Administrasi Hukum Adat Belanda. Dari sumber arsip lama di daerah sumbarang sudah ada beberapa derah atau pedukuhan kecil seperti:
1. Bojong, yang sekarang menjadi dukuh bojong dan karanganyar
2. Simbaran atau Sumboro atau Sumbarang, yang sekarang menjadi dukuh desa dan dukuh nangka
3. Prigi, yang sekarang menjadi dukuh prigi
4. Srengseng, yang sekarang jadi dukuh srengseng
5. Merlanang atau kasim, yang sekarang menjadi Jlatong
Seiring perkembangan Jaman maka terbentuklah pedukuhan pedukuhan baru hingga sekarang seperti dk.karanganyar, dk.nangka, dk. desa, dk. tuk salawe, dk. mingkrik, dk. sidamulya


Selain itu semakin berkembangnya desa ini juga bisa dipengaruhi oleh Penyerangan Sultan Agung ke Batavia. Dimana dalam penyerangan kedua banyak prajurit yang tak kembali ke Mataram dan menetap di kisaran Selatan Tegal. Para Prajurit Mataram yang mendiami di area kaki gunung slamet ini bisa ditemukan makam makam kuno di area cikura dan Sitail. yang mereka sebut sebagai Sitinggil (Sitail) dan melahirkan keturunan hingga ke Mbah Dongkol (Soera Djaja) yang dalam catatan Dokumen Belanda sudah tertera di Tahun 1870an. Soera Djaja seorang bekel yang memimpin lama di desa ini, yang telah mendapat penghargaan dari pemerintah Belanda berupa Perunggu, sebagai pengharggan pengabdian yang lebih dari 30 tahun. Daerah Sitail dan area Diwung Sudah rame saat tahun 1800an karena adanya "Pesanggrahan" (tempat penginapan milik pemerintah) di desa Kebagusan (saat itu masih desa/belum kedukuan) dan Diwung sendiri kawedanan di bawah Distrik Gantungan (saat itu merupakan kecamatan). Di Diwung sudah ada Pimpinan Mas Mangoen Astro yang ditunjuk dari residen Belanda di Tegal, daerah ini juga sudah ada "Kemantren" (tempat pengawas Hutan dan perkebunan).




Dalam Dokumen Hindia Belanda "ALPHABETISCH REGISTER VAN DE ADMINISTRATIEVE- EN ADATRECHTELIJKE INDEELING VAN NEDERLANDSCH-INDIE" Regiter Daftar Desa dan Peraturan Adat yang ada di Hindia Belanda yang cetakan tahun 1931, Desa Sumbarang sudah terdaftar sebagai desa yang merupakan bagian dari Kawedanan Diwung Kec. Jatinegara Tegal. Tahun 1900an ada perubahan administrasi dan peraturan adat yang merubah tata kewilayahan termasuk Jatinegara yang sebelumnya Distrik Gantungan dipindah menjadi Distrik Jatinegara. bisa dimungkinkan secara administrasi Desa terbentuk tahun 1900an. 



Senin, 12 November 2018

SEJARAH BANGSA TEGAL

SEJARAH BANGSA TEGAL

Ana Cerita kaya kiye..sumbere dari buku tegal sepanjang sejarah karangane sumarno BA Tegal.
semula merupakan desa kecil, dan kemudian di bangun menjadi pelabuhan sekitar tahun 1590, yaitu setelah kedatangan K.G. Sbayu pada tahun 1586 dan Ki Gede Subayu membangun bendung Danawarih tahun 1596. Selesai membangun bendungan itu pada tahun 1600 M. Karena jasanya, Ki Gede Subayu bersama putranya Ki Gede Honggowono dijadikan sesepuh Tegal, dan Ki Gede Subayu diberi pangkat Juru Demung dengan pangkat Tumenggung pada tahun 1600, dan pada tanggal 30 Juli 1601 diangkat sebagai Tumenggung Tegal.
Karena pangkat Tumenggung itu merupakan pangkat setingkat bupati, maka Tegal diakui sebagai kabupaten. Ki Gede Subayu diganti oleh Ki Gede Honggowono. Pada sekitar tahun 1625 diangkatlah Mertoloyo menjadi bupati Tegal, dan Mertoloyo inilah bertugas untuk mempertahankan Tegal agar tidak dikuasai Kompeni (Belanda). Tugas berat yang diberikan kepada Tumenggung Mertoloyo oleh Sultan Agung Anyokrokusumo di mana Tegal harus bisa mencukupi kebutuhan makan bagi prajurit Kaladuta yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso dari Pekalongan, serta harus membuat senjata perang Tumenggung Mertoloyo dua kali menjadi sumber kekuatan pasukan Mataram menyerang Belanda di Batavia ( Jakarta ).
Setelah Adipati Mertoloyo gugur 17 Januari 1678, Tumenggung Sindurejo berusaha memajukan Tegal, dengan cara mengadakan pembukaan lahan-lahan pertanian tetapi sayang Sindurejo (Gendowor) meninggal karena terperosok dalam rawa di Tembokluwung, sekitar tahun 1680.
Sultan Amangkuarat II kemudian mengangkat Tumenggung Honggowono Secomenggolo menjadi bupati Tegal denagn gelar Tumenggung Reksonegoro I, berkedudukan di Karangmarga Kalisoka ( Kecamatan Dukuhwaru, Slawi - Tegal ).
B. Wangsa Reksonegaran
Tumenggung Honggowono Secomenggolo menjabat Bupati Tegal tahun 1680-1697. Karena waktu diangkat menjadi bupati sudah tua, maka dikenal dengan nama Ki Ageng Popo, dan mempunyai pusaka bernama Kyai GILGIL.
Waktu Tumenggung Honngowono Secomenggolo menjadi bupati, bergelar Reksonegoro, dan saat itu sedang berkecamuk perang Untung Surapati. Karena itu Tegal ikut terlibat perang melawan Belanda dan membantu Untung Surapati ke Surakarta. Beberapa orang prajurit Surapati yang sudah jompo terpaksa ditinggal di daerah Tegal, antara lain Ki Sembana Pagerbarang, Ki Santeg, Ki Merta dan Ki Kejawar di Srengseng.
Tumenggung Reksonegoro I mempunyai putri bernama Nyi Ronggeh yang menikah dengan Pangeran Nalajaya atau juga disebut Pangeran Tampar dari Palembang, dan berputra tiga orang, yaitu : Secowijaya, Secomenggala dan Badrayuda Secowerdoyo.
Secowijoyo menjadi bupati hanya tiga bulan, meninggal karena sakit dan diganti oleh adiknya yaitu Secomenggolo tahun 1697 dan gelar Tumenggung Reksonegoro II. Tumenggung Reksonegoro II hidupnya royal, suka bersenang-senang dan banyak menghamburkan uang. Karena itu, terpaksa melakukan korupsi dan atas perintah Sultan Amangkurat II, Reksonegoro II dihukum mati, dan waktu di Semarang minum racun dan meninggal. Jenasahnya dimakamkan di Bergota Semarang.
Tumenggung Janingrat, Bupati Pekalongan segera mengajukan usul ke Sultan Amangkurat II, agar putranya Raden Tirtonoto diangkat menjadi bupati Tegal, terjadi sekitar tahun 1700. Karena peristiwa ini keluarga Reksonegoro di Tegal mengajukan usul, agar pengangkatan dibatalkan, namun Sultan tetap pada pendiriaannya itu, akhirnya rakyat Tegal berontak. Semboyan Banteng Wareng binoncengan atau atau Banteng wareng ingobyongan timbul di Tegal. Pemberontakan tersebut karena Bupati Tirtonoto bersekutu dengan Kompeni Belanda, dan rakyat Tegal tidak bisa menerimanya.
Tempat kediaman Tumenggung Tirtonoto di Tegal diserang, dan pasukan Belanda menyerang Kalisoka dan membakarnya. Kalisoka hancur karena serangan yang bertubi-tubi itu, dan Belanda merasa kewalahan maka Tumenggung Tirtonoto terpaksa melarikan diri ke Pekalongan. Sultan Amangkurat II mengangkat Badrayuda Secowerdoyo jadi Bupati Tegal dan bergelar Tumenggung Reksonegoro III. Tempat kedudukan kabupaten di Kalisoka.
Tahun 1703 Sultan Amangkurat II mangkat dan diganti oleh Sunan Kencet atau Sunan Amangkurat III, dan melawan Belanda. Sunan Amangkurat III tertangkap Belanda dan diasingkan ke Seylon tahun 1708.
Gantinya Paku Buana I dan mangkat tahun 1719 diganti oleh Amangkurat IV. Tidak lama kemudian timbul perang perebutan tahta, dan Mas Garendi putra Amangkurat III menuntut tahta. Atas bantuan Mas Said dan Patih Danurejo, Amangkurat V dapat menjadi raja, namu digulingkan oleh Amangkurat IV yang dibantu oleh Pangeran Mangkubumi. Akhirnya diadakan gencatan senjata dan perundingan tahun 1755 di Giyanti dan dipecahkan kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Surakarta dan Jogyakarta. Surakarta dipimpin oleh Amangkurat IV yang begelar Paku Buana II dan Jogyakarta oleh Sultan Hamengkubowono I (Pangeran Mangkubumi). Dalam peperangan merebut tahta inilah Tumenggung Bodroyudo Secowerdoyo atau Reksonegoro III ikut berperan. Waktu di kabupaten Ayah, Reksonegoro III di kalahkan oleh Tumenggung Arumbinang dari Kebumen.
Tahun 1740 waktu perang Pecinan Tumenggung Reksonegoro III dapat mengundurkan tentara Mataram yang dipimpin oleh Ki Ageng Wanantara di lereng Gunung Slamet. Tempat peperangan antara pasukan Tegal dan Mataram ini terkenal dengan nama Balanira di Desa Kedawung.
Sebenarnya tahun 1743 Tumenggung Reksonegoro III sudah minta mundur dari jabatan kepada Gubernur Van Imhoff, yaitu waktu berada di Tegal. Namun tidak diijinkan, malah disuruh memimpin pasukan di Semarang. Tumenggung Bodroyudo Reksonegoro III gugur di Semarang, makam di Bergota ( Pem. HB mengakui sebagai Reksonegoro II ). Tumenggung Bodroyudo gugur dalam perang Mangkubumen tahun 1746.
Putra Ki Bodroyudo ( Reksonegoro III ) banyak, dan yang dikenal :

1. Tumenggung Secowerdoyo III jadi bupati Tegal dengan gelar Reksonegoro IV, menjabat antara 1746-1776,
2. Tumenggung Kartoyudo gelar Reksonegoro V menjabat antara tahun 1776-1800,
3. Tumenggung Sumodiwongso, waktu di Brebes bergelar Tumenggung Sumodiwongso, waktu di Tegal bergelar Reksonegoro VI, dan waktu di Pemalang bergelar Tumenggung Suroloyo.
- Di Brebes antara tahun 1800 – 1816
- Di Tegal antara tahun 1816 – 1819
- Di Pemalang antara tahun 1819 - 1821
4. Tumenggung Reksonegoro VII menjabat antara tahun 1821-1857
Tumenggung Secowerdoyo III atau Reksonegoro IV berputra antara lain :
1. Tumenggung Sumonegoro menjadi bupati Pemalang,
2. Tumenggung Surengrana menjadi jogosuro di Tegal.
Tumenggung Surengrono berputra Mas Jelantir menjadi kemasan di Kalisoka, menurunkan bupati Pemalang.
Tumenggung Kartoyudo atau Reksonegoro V berputra RM Panji Aji Cokronegoro, menjadi bupati Tegal tahun 1800-1816, dan berputra RM Pusponegoro bupati Brebes. RM Pusponegoro melawan Belanda dan meninggal di Ketanggungan, dan dimakamkan di Kalisoka. RM Panji Aji Cokronegoro berdiam di Tegal (Kaloran, dulu pernah ditempati oleh Kantor PU kabupaten, dan kini gedung itu sudah dibongkar). RM Panji Aji Cokronegoro terkenal dengan nama bupati Kaloran, dan melawan pemerintah Inggris, meninggal di pengungsian, yaitu di Semedo. Makam di Semedo, kec. Kedungbanteng. Raden Surengrono, nasibnya tidak diketahui, tetapi ada mengatakan lari ke Selatan, dan di Traju ada makam prajurit dengan nama Singayudo.
Tumenggung Sumodiwongso menikah dengan putri Mangkunegoro, berputra :
1. Tumenggung Reksodiningrat, menjadi bupati Pemalang.
2. Putri menikah dengan Pangeran Singasari Panotoyudo dan menurunkan bupati-bupati Brebes
3. Tumenggung Joyonegoro atau juga bernama Tumenggung Notonegoro menjadi bupati di Pemalang.
Pangeran Singasari inilah yang mempunyai abdi yang sangat setia dan terkenal dengan nama Joko Poleng. Joko Poleng mendiami salah satu kamar di Rumah Dinas Bupati Brebes, dan kini kamar itu dikeramatkan. Dahulu waktu jabatan Bupati merupakan keturunan, yang diangkat adalah keturunan Pangeran Singasari atau Tumenggung Sumodiwangsa.
C. Pernah Menjadi Ibukota Karesidenan
Setelah Tegal dikuasai Kumpeni tahun 1743, VOC mendirikan benteng di pantai Tegal . Bekas benteng itu kini dijadikan Lembaga Pemasyarakatan Tegal. Tata kota diatur oleh kumpeni dan rumah bupati dipindah ke Sentanan. Sedangkan kepatihan di Kauman Tegal.
Bupati Secowerdoyo II yang bergelar Reksonegoro IV menempati rumah dinas yang baru itu. Setelah perang Mangkubumen dan sesudah perjanjian Gianti tahun 1755 M, kota Tegal dijadikan Ibukota Karesidenan, dan kumpeni berkediaman di bekas balaikota (sekarang). Karesidenan Tegal mencakup Kabupaten Brebes, Tegal, dan Pemalang. Bumiayu diperintah oleh perwakilan yang berpangkat patih.
Karesidenan Tegal berlangsung hingga tahun 1900, dan sejak 1 Januari 1901 M, Tegal merupakan Kabupaten dengan kawedanan-kawedanan : Tegal, Maribaya, Gantungan, Adiwerna, Dukuhringin dan Pangkah. Kemudian dirubah menjadi : Kawedanan, Tegal, Kawedanan Adiwerna, Kawedanan Pangkah, Kawedanan Jatinegara, Kawedanan Slawi, Kawedanan Balapulang, Kawedanan Bumijawa dan Kawedanan Surodadi.
Tahun 1928 Tegal dijadikan ibukota Karesidenan lagi dan meliputi Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan. Pada setiap kabupaten ditempatkan seorang Asisten Residen, dan untuk Tegal berkedudukan di Slawi (Procot).
Tahun 1942 Tegal dijadikan kota kabupaten lagi, dan kota karesidenan pindah ke Pekalongan. Kabupaten Tegal dijadikan 6 Kawedanan yaitu : Tegal, Adiwerna, Slawi, Pangkah, Balapulang, dan Bumijawa. Kabupaten Tegal dijadikan 18 Kecamatan.
Kini 18 Kecamataan itu ialah : Warureja, Suradadi, Kramat, Tarub, Dukuhturi, Adiwerna, Talang, Pangkah, Jatinegara, Dukuhwaru, Lebaksiu, Balapulang, Margasari, Pagerbarang, Bojong, Bumijawa dan Kedungbanteng.
Dahulu Kawedanan Jatinegara terdiri kecamatan Gantungan, Diwung, dan Jatinegara. Kecamatan lama yang kini sudah tidak ada ialah Jejeg dan Kalibakung, Gantungan dan Diwung.

Jumat, 09 November 2018

Mimpi Si Anak Desa

Mimpi Si Anak Desa


Apakah hanya sebuah mimpi menjadikan Desa Sumbarang sebagai desa yang maju dengan basis pariwisata dan pengembangan potensi lokal desa

Apakah mimpi, menjadikan desa sumbarang yang mandiri, bersatu, dengan mengutamakan sumberdaya manusia, sebagai desa yang berdaya secara pendidikan, ekonomi, budaya dan agama. 

Apakah mimpi, sektor-sektor yg mandeg berjalan lg,..kyane perlu di-support termasuk karang turunannya, kelompok-kelompok masyarakat sehingga semua bisa bersinergi, selain itu kebijakan yang mendukung terselenggaranya desa tangguh juga harus dikawal dan mimpi Desa Sumbarang yang maju, mandiri dan bermartabat bisa segera terwujud,"

Selain itu potensi lain yang bisa dikembangkan di desaini yaitu pariwisata. Desa Sumbarang selain memiliki kondisi alam yang indah, juga memiliki perkebunan cengkeh yang cukup potensial dikembangkan sebagai kawasan wisata. Tak hanya cengkeh , kebun-kebun durian, kopi,dan kebun buah lainnya juga bisa dikembangkan sebagai kawasan tujuan agrowisata yang menarik. Atau jg di kemas dng menggandeng pt ayam utk sarana pelengkapnya. 


Pembenahan itu,perlu dilakukan Pertama, membangun 
desa wisata secara mandiri. Kedua, pengembangan potensi desa guna mendukung visi desa berbasis wisata yang maju dan berbasis budaya lokal. Ketiga, penyelenggaraan pemerintahan desa dan penggunaan anggaran yang terbuka, partisipatif dan mudah diawasi.

Ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat dari segi pendidikan, ekonomi, budaya, agama, menuju Desa Sumbarang mandiri. Keempat peningkatan kualitas perangkat lembaga desa guna mendukung pelayanan pemerintahan yang cepat dan mudah. Kelima menyelenggarakan informasi desa dan pelayanan masyarakat dengan cepat dan mudah dengan basis data online....

Ternyata ni msh mimpi.... Hahahaha

Kebun Cengkeh Desa Sumbarang

Jalan - Jalan di kebun Gamprit 
Ya, hari itu saya meniliki perkebunan cengkeh milik warga, tepatnya di pedalaman gamprit Desa Sumbarang. Sebagai bagian dari proses pemahaman inyong terhadap cengkeh, nyong diharuskan ikut mamake bojo ke kebun sembari mempelajari seluk-beluk budidaya dan permasalahan pada komoditas ini.
Sepanjang perjalanan keliling kebun, mamake terus berbicara soal keadaan pohon cengkehnya. Sejak awal masuk ke kebun, nyong diberitahu bagaimana caranya menanam kembali pohon cengkeh dengan cara menyulam. Itu loh, menanam bibit cengkeh baru di samping pohon yang mulai tidak produktif.
Kebanyakan pohon yang ada di lahan gamprit ini telah ditanam sejak tahun 1980-an, karenanya sudah ada yang tidak produktif karena sebab-sebab tertentu. Misal terkena penyakit jamur akar atau hama ulat pengerek batang. Selain itu tidak produktifnya pohon juga bisa terjadi karena jarak tanam yang terlalu mepet hingga percabangannya tidak tumbuh baik.
Kalau sudah begitu, Ia menyiapkan bibit cengkeh yang ditanam bersamaan dengan satu tanaman lain, agar nantinya ada dua akar tanaman yang bisa mencari makanan untuk kesuburan cengkeh. “Kalau sudah mulai tumbuh, batang tanaman yang satunya kita potong terus hingga akan dimatikan jika pohon cengkehnya sudah berusia satu tahun,” jelasnya sembari menunjukkan bibit yang belum lama ditanam.
Menurut cerita orang-orang, cengkeh adalah tanaman yang tidak perlu banyak dirawat. Setidaknya, cengkeh hanya perlu diurus dua kali setahun dengan cara membersihkan kebun dan memberikan pupuk pada pohon yang ada. Tidak perlu sering-sering ke kebun gamprit ini, apalagi sampai tiap hari berangkat...yaa harapane kebun Gamprit Ini tetep Lestari.

Rabu, 20 Juli 2016

Desaku Desa Sumbarang

Sumbarang merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Jatinegara Kabupaten Tegal. Lokasinya sangat terpencil karena terletak di perbatasan Tegal sebelah tenggara dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Pemalang.

Desa ini kata orang tua dulu sudah ada kurang lebih 500 tahunan yang lalu. Konon jaman dahulu kala ada seorang Abdi Dalem Kesultanan Cirebon juga merupakan salah satu murid dari Sunan Gunung Jati Cirebon dari Tlatah Cirebon Jawa Barat. Tokoh tersebut  bernama Mbah Munjul atau ada yang menyebutkan Syeh Mustofa (perlu dikaji kebneranya)  yang kata dari beberapa Sumber Cerita orang2 Cirebon bisa jadi Bliau seorang pembantu Syeh Abdul Karim (Panembahan Girilaya). Diceritakan di Cirebon dulu ada Mitos Kebo Munjul (Kebo Bule) ingon- ingone Syeh Abdul Karim (Penembahan Girilaya) dan ada  seorang pengingon (tukang cari rumput). Setelah Putra mahkota Cirebon di tawan di Mataram oleh Sunan Amangkurat I dalam peristiwa Undangan Girilaya, bliau berhasil melarikan diri dan hendak kembali ke Cirebon  dalam perjalanya ke Arah barat dia memutuskan untuk menetap di tepian sungai rambut dan menetap hingga mendirikan suatu pedukuhan di tepi sungai itu. Versi lain Munjul adalah petilasan abdi dalem keturunan Cirebon berdarah Mataram karena beda haluan dengan Amangkurat  I, bliau memutuskan untuk mengembara menyebarkan agama di wilayah Sumbarang. Konon kini makamnya di sebuah bukit kecil di belakang Balai Desa Sumbarang yaitu Candi Munjul (perlu dikaji kebenaranya). Inilah yang masih "Mitos" masih diteliti lebih lanjut cikal bakal perkembangan dan berdirinya desa Sumbarang.

Dalam perjalanan perkembangan sejarahnya ada beberapa tokoh penting yang menjadi kunci dalam perkembangan desa ini yaiitu Lurah/Kades yang telah memimpin Warganya. Adapun nama2 kepala desa sumbarang yg dapat di himpun dai berbagai sumber adalah sebagai berikut:

1. Soera Djaja Alias mbah Dongkol (1840an kemungkian satu wilayah dengan Sitail)
2. Rumini Djaka Pranata
3. Kaki Suryamah/ H. Abu khasan
4. Kasnawi Alias Ki longsor
5. Wa'il
6. H. Tohir/Sanad
7. 
Maksudi
8. Ahya
9. Abdurokhim
10. Masroechi
11. Yunari (PJS) dari Kecamatan
12. Ripin
13. Jaenudin
14. Muslihun.
15. Abdul Basit (PJS) dari Kecamatan.

Penting untuk diingat bagi anak cucu yang tingal di desa ini, desa yang penuh kenangan hiruk pikuk sejarahnya dalam kepemimpinan desa. Sejarah yang mungkin perlu diambil hikmahnya salah satu istilaha nama "Ki Longsor". Kenapa dijuluki Ki Longsor? karena konon dulu bliau Lurah yang pernah di turun kan Jabatanaya dari lurah atau "Lengser".
Semoga dari peristiwa demi peristiwa ada hikmah, karena disini tempat tinggalku, tempat istri, anaku menjalalani kehidupan yang penuh kebahagiaan.


 Desa yang terbagi atas beberapa pedukuhan yaitu dukuh nangka, tuk selawe, prigi, jlatong, Desa, karanganyar. bojong dan sidamulya ini ini sebagian besar mata pencaharianya di sektor perkebunan dan pertanian. meskipun kegiatan berkebun sudah banyak di tinggalkan oleh kaum muda yang sekarang banyak hidup di perantauan. Berbeda dengan aku, melihat potensi yang ada di desa ini, jadi tukang kebun adalah cita-citaku, cita-cita mulya. Berkebun adalah kegiatan yng sering setiap pagi aku jalani.Menanan menanam dan menanam segala macam pepohonan yang kelak akan dapat di nikmati oleh anak cucu kita.

Banyak hal-hal menarik di desa ini, khususnya di dukuh nangka tempat gubug ku berdiri.Gubug yang berada persisi di pinggir jalan raya Sumbarang. Gubug yang letaknya strategis dekat dengan pusat pendidikan Agama, MI & MTS Miftakhul Ulum Sumbarang.dekat dengan balai desanya juga.

Itulah seklumit tentang desaku, desa sumbarang indah yang ngangenin lan mbetahi. Matur Nuwun......